Senin, 03 Agustus 2009

Insan Mokoginta: Iman kepada Muhammad, Sekaligus Isa

Ada kerugian ganda bila aku tetap dalam Katolik yaitu tidak beriman kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dan setiap hari aku berarti menghianati ajaran Yesus.

Aku lahir di Kotamobagu Manado pada 1949. Nama baptisku Wenseslaus. Ibuku Islam. Walau ayahku non Muslim, tapi beliau masuk Islam ketika menikahi ibuku. Berarti aku lahir sebagai seorang Muslim. Karena pada waktu itu orang tuaku beranggapan semua agama benar, semua agama sama.

Kami delapan orang bersaudara. Semuanya disekolahkan di sekolah Katolik. Menurut orang tuaku saat itu, bilamana kami telah dewasa, kami dipersilakan untuk memilih agama apa. Nah pengaruh sekolah itulah membuat kami semua beragama Katolik.

Karena kesulitan ekonomi, pada 1976 aku hijrah, mengadu nasib ke Jakarta. Kemudian aku berkenalan dengan Waruba Yarub dalam rangka hubungan bisnis. Aku menempati salah satu kamar rumahnya. Namun Waruba dan keluarganya berbeda dengan kebanyakan Muslim yang aku kenal. Aku sering memperhatikan mereka dari kamarku. Waruba dan keluarganya selalu berusaha hidup dengan cara Islam. Kerap kali aku memergoki mereka shalat berjamaah. Waruba sering sekali mengajari anak-anaknya tentang Islam. Karena setiap hari aku berada di lingkungan keluarga yang islami tersebut, dari situlah aku rasakan adanya sentuhan-sentuhan hati.

Keluarga Sakinah

Selama empat tahun hubungan bisnis kami. Empat tahun pula aku bergaul dan berada dalam lingkungan keluarga sakinah itu. Mereka tidak pernah sekalipun memaksa aku untuk masuk Islam. Namun mereka selalu menjawab pertanyaan yang aku ajukan. Bersama mereka, aku merasakan bahwa kehidupan beragama dalam Islam ternyata jauh lebih harmonis. Namun sebaliknya, di waktu yang sama pula aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam hal keimananku. Aku pun kebingungan ketika ditanya oleh Namila, adik perempuan Waruba yang kuliah di IAIN Jakarta, “Mengapa Tuhan ada tiga?”.

Aku hanya menjawab, “Itu sebagai rahasia Tuhan, otak kita terlalu kecil untuk memikirkan hal itu.” Waruba dan Namila menjelaskan Tuhan itu esa dan sangat memuaskanku.Aku pun buka kartu kepadanya karena di Kristen tidak terbiasa menanyakan masalah itu lebih detail kepada Pastur. Kami hanya disuruh mengimaninya begitu saja tanpa harus tahu mengapa begitu, itulah yang disebut dengan dogma.

Dari mereka aku merasakan kebenaran Islam, sebab dalam agama sebelumnya, masalah akidah dan akhlak tidak secara khusus diajarkan, apalagi soal halal dan haram. Justru dalam Islam soal akidah dan akhlak sangat diutamakan. Dijelaskannya kepadaku bahwa tiada Tuhan selain Allah, Allahlah tempat bergantung segala sesuatu, Allah tidak memiliki anak dan tidak diperanakkan. Oleh karena itu Yesus bukanlah Tuhan itu sendiri, bukan pula anak Tuhan. Aku pun dilarang curang dalam menimbang karena itu perbuatan dosa. He he he...sebelumnya aku suka curang dalam timbangan. Tapi sejak saat itu aku tidak lagi. Aku selalu dibimbing untuk selalu berbuat jujur oleh Waruba.

Sementara ajaran “kasih” yang sering didengungkan dan paling diutamakan dalam Kristen, tidak aku dapatkan. Tetapi di keluarga yang baru aku kenal di Jakarta ini seperti saudaraku saja, mereka penuh perhatian. Keluargaku dan juga keluarga teman-teman Kristen lainnya yang saat itu hidup dalam ekonomi pas-pasan di Manado, tidak pernah sekalipun diperhatikan dan dibantu oleh teman-teman sesama agama, maupun dari Pastur.

Keuntungan Ganda


H Insan LS Mokoginta
(Peraih Muallaf Award 2006 dan 2007)

Selama empat tahun itu, Waruba mempersilahkan aku mendalami ajaran Islam dan membandingkannya sendiri dengan apa yang aku baca dalam Alkitab (Bible). Akhirnya aku temukan, sesungguhnya Yesus bukan tuhan tetapi hanyalah hamba dan utusan Allah SWT. Ternyata bila umat Islam benar-benar mengamalkan Al Quran berarti umat Islamlah yang mengamalkan ajaran kasih sayang dan umat Islamlah pengikut Yesus dalam arti yang sesungguhnya.

Aku berkesimpulan bahwa dengan memeluk agama Islam, aku mendapat keuntungan ganda, yaitu menjadi pengikut Nabi Muhammad, sekaligus tidak meninggalkan Yesus. Sebab Yesus adalah Nabi Isa yang sangat diimani dan dihormati oleh setiap Muslim. Sementara jika aku tetap dalam Katolik, ada kerugian ganda, yaitu tidak beriman kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dan setiap hari aku berarti menghianati ajaran Yesus. Karena ternyata sebagian besar ajaran Kristen baik Katolik maupun Protestan bukan ajaran Yesus, tapi ajaran Paulus.

Dari pergaulan dengan keluarga sakinah itulah awal mula aku mendapatkan hidayah dari Allah SWT karena dapat mengenal Islam lebih dekat dan berdiskusi dengan orang yang tepat sehingga aku meyakini bahwa hanya Islamlah sebagai jalan hidup yang benar. Dalam Islam aku menemukan kedamaian, ketenangan dan cinta kasih antar sesama. Artinya ajaran “kasih” yang sesungguhnya justru diajarkan dalam agama Islam dan aku merasakan itu dari sosok keluarga Waruba bukan Pasturku dulu. Akhirnya, pada 1980, saat usiaku 31 tahun aku memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dengan dibimbing oleh Imam Masjid Al Muqarabin Muhammad Hafidz di Kelapa Dua Cimanggis Depok. Syahadat itu aku ucapkan karena aku yakin memang harus masuk Islam bila ingin menjadi seorang pengikut Yesus sejati. (mediaumat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar