Sabtu, 01 Agustus 2009

Live Show Actor mendapatkan Hidayah

Sekitar dua bulan lalu, saya didatangi oleh seorang anak muda dengan perawakan gemuk dan berjanggut tipis yang hampir tidak terurus. Mungkin karena kondisi fisiknya yang gemuk, atau karena memang baru saja masuk ke Islamic Center setelah berjalan kaki cukup jauh, sang pemuda itu nampak berkeringat. Nampak sedikit kaku, bimbang, tapi berusaha melempar senyum.

Sambil menyodorkan jabatan tangan, anak muda ini memperkenalkan diri sebagai “Emanuel”. Tentu dengan ramah kusambut jabatan itu sambil memperkenalkan diri. Dia sepertinya ingin menenangkan diri sehingga berusaha untuk lebih “confident” dalam ekspresi wajahnya. Tapi saya menangkap seolah ada sebuah kekhawatiran di benaknya. Ternyata memang betul. Ketika saya tanyakan hal itu, dia menjawab: “This is my first time to a Mosque and I am worried how to behave in an appropriate mannerĂ¢.”

“Emanul, feel at home! Mosque is the most public place on earth. Every body is welcome regardless their status, including their religious affiliation”, jawab saya menenangkan. Saya pun memulai bertanya, kenapa tertarik untuk datang ke mesjid? Dia menjawab: “I am a Graduate from Cornell University, Upstate New York, and still remember my class on Middle Eastern Studies.”

Saya tanyakan: “What did you study?” Dia menjawab bahwa dia sebenarnya belajar Islam. Bahkan menurutnya, dia sendiri sejak belajar di Cornell itu diam-diam sudah membaca Al-Quran, dan hingga saat ini masih terus. Menurutnya lagi “the more I read the Quran, the more I feel being attracted to read more” Bahkan, menurut dia, Al-Quran itu memberikan “peace in mind”. “I used to read it even before sleeping, “ lanjutnya.

Tanpa bertanya panjang lebar, saya mulai menjelaskan Islam seperti biasanya. Cuma menghadapi seseorang seperti Emanuel ini memerlukan pendekatan yang sedikit rasional dan ilmiyah. Rupanya tanpa saya sadari dari namanya, dalam benak saya ketika itu Emanuel adalah seorang Kristen atau Katolik. Karena memang mayoritas mereka yang datang belajar Islam adalah Kristen atau Katolik. Maka penjelasan-penjelas an saya kepadanya banyak menekankan mengenai kedudukan Isa dan ibunya dalam Islam.

Setelah sekitar setengah jam menjelaskan Islam, baru saya bertanya, ”What is your back ground? I mean, your religion”. Dia dengan sedikit tersenyum mengatakan, “I am a Jewish, but originally from Puerto Rico”. Saya hampir menyesal dengan penjelasan-penjelas an panjang lebar mengenai Isa dan ibunya, padahal kaum Yahudi tidak percaya kepada ketuhanan Isa, bahkan tidak mempercayai Isa sebagai Nabi.

“I am sorry”, saya sampaikan. “I think you were completely disconnected from my talk, since you dont believe in Jesus at Allah”. Dengan sopan Emanuel menjawab: “It’s fine. I love to learn and I enjoyed your talk”.

Tiba-tiba saja Emanuel menyela: “I am actually willing to embrace Islam. But I don’t know what to do. Saya segera menjawab: “to convert to Islam is very easy. Probably the most difficult part of that, is to make sure that you are really convinced that Islam is the truth and the right way to follow.

Dia dengan mantap menjawab: “I am very much sure about that, but I have something to ask before doing it. Saya tanya: “What is that?. Dia bilang: “I am an actor. I used to perform live show in different places here in the City. Can I still be an actor after becoming a Muslim?”

“O yes, sure!”, jawab saya tegas. “What you need to do after becoming a Muslim is learning some Islamic regulations concerning the arts. Islam is a practical religion and it provides clear guidance on what to do and not to do”. Mendengar jawaban saya itu, Emanuel sepertinya sangat puas dan senang.

Menjelang azan shalat Zhuhur saya minta seseorang untuk mengajarkan wudhu. Setelah berwudhu kembali saya ajarkan beberapa hal, termasuk kalimah syahadah yang sebentar lagi akan diucapkan di hadapan jamaah shalat Zhuhur. Saya juga mengajarkan cara shalat secara ringkas, hingga azan berkumandang. Nampak Emanuel khusyu’ mendengarkan azan pertama kali siang itu.

Menjelang shalat dimulai saya ajak Emanuel ke depan jamaah dan menuntungnya: ”Asy-hadu al laa ilaaha illa Allah, wa asy-hadu anna Muhammadan Rasul Allah”. Dengan khusyu’ Emanuel mengikuti saya mengucapkan Kalimah itu, disusul pekik takbir para jamaah yang hadir. Iqamah untuk shalat dikumandangkan, dan Emanuel melakukan shalat pertama kalinya.

Semoga Allah menguatkan iman dan Islamnya saudara kita, Emanuael Fihmen !


Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar